Pemimpin Cerdas atau Pemimpin Bijaksana

Belakangan ini di media massa baik televisi, radio, surat kabar, social media di seluruh pelosok tanah air Indonesia di sibukkan dengan berbagai berita dari tayangan tentang sosok calon pemimpin negara. Berbagai figure seorang pemimpin bermunculan. Dengan berbagai ragam gaya kepemimpinan dengan beragam latar belakang pengalaman dan ambisinya. Dalam artikel berikut ini kami mencoba mengangkat perspektif kecerdasan dan kebijaksanaan dalam ranah kepemimpinan.

Banyak buku telah diterbitkan mengupas dan mengklasifikasikan tentang kecerdasan, mulai dari IQ (intellectual quotient/kecerdasan intelektual), EQ (emotional quotient/kecerdasan emosional), dan SQ (spiritual quotient/kecerdasan spiritual).  Bagaimana kaitan kategori kecerdasan ini dengan kepemimpinan? Untuk menjadi pemimpin harus memiliki tiga kecerdasan di atas, yakni IQ, EQ, dan SQ. Gabungan ketiga kecerdasan ini diramu menjadi LQ(leadership quotient/kecerdasan kepemimpinan). Pemimpin yang memiliki LQ akan menjadi pemimpin yang bijaksana karena menggunakan nalar, budi dan Tuhan.

Seorang pemimpin yang hanya mengandalkan kecerdasan intelektual semata akan menjadi pincang dalam perjalanan kepemimpinannya. Seorang pemimpin juga harus menyeimbangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya. Demikian juga sebaliknya. Tiga kecerdasan ini harus seimbang satu dan yang lainnya saling mendukung.

Merindukan pemimpin yang cerdas pasti mudah didapat. Ada banyak pemimpin yang memiliki tipikal smart/cerdas di negeri ini. Itu bisa ditunjukkan dengan gelarnya yang bisa diartikan telah mempunyai kemampuan pada bidang tertentu sesuai gelarnya. Radius pengetahuan di bidangnya sangat luas. Meskipun kenyataannya pemimpin yang memiliki gelar masih dalam tanda petik masih perlu diuji kemampuan akademiknya karena di negeri ini masih ada lembaga pendidikan yang jual beli gelar.

Mendambakan pemimpin yang bijak tidak mudah dari seribu calon pemimpin mungkin hanya ada beberapa yang bijaksana. Pemimpin yang cerdas belum tentu bijaksana, tetapi pemimpin yang bijaksana pasti pemimpin yang cerdas. Pemimpin yang cerdas banyak tetapi pemimpin yang bijak sedikit. Untuk itu sulitnya mencari figure pemimpin sejati. Sejauh yang bisa kita lakukan adalah mencari atau memilih figure yang mendekati tipe pemimpin yang bijaksana.

Menjadi seorang pemimpin yang bijaksana bukan hal yang mudah. Membutuhkan pengalaman dan kematangan pribadi yang luar biasa. Yang benar-benar terasa secara lahir batin, yang benar-benar memahami dan tahu apa yang harus dilakukannya sebagai seorang pemimpin dan tepat dalam menempatkan diri sebagaimana seharusnya bertanggung jawab membangun kehidupan bermasyarakat dan membangun kehidupan yang berkeTuhanan.

Adapun kiat-kiat menjadi pemimpin yang bijak anatara lain:

  • Tidak Emosional

Orang yang temperamental, mudah marah, meledak-ledak, gampang tersinggung, sulit menjadi pemimpin bijak. Orang yang bijak adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Berhati-hatilah karena orang yang mudah marah biasanya dalam bertindak cenderung tergesa-gesa. Orang yang emosional tersinggung sedikit saja akan sibuk membela diri dan membalas menyerang ini tidak bijaksana karena yang dicari adalah kemenangan pribadi bukan kebenaran.

  • Tidak Egois

Orang yang egois jelas tidak akan dapat menjadi pemimpin bijak karena bijak itu pada dasarnya tepat dan baik secara bersama, orang yang egois biasanya hanya mengingikan kebaikkan untuk dirinya sendiri. Orang yang bijak adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.

  • Tidak Tergiur Uang/Harta

Orang yang suka memperkaya diri sendiri dan orientasi apa yang dikerjakannya adalah semata untuk mencari harta kekayaan tidak akan menjadi pemimpin yang bijak. Pemimpin yang bijak akan selalu terusik hati nuraninya jika orang, masyarakat atau organisasi yang dipimpinnya terlantar. Pemimpin yang bijak selalu memprioritaskan kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan orang, masyarakat dan organisasi yang di pimpinnya.

  • Suka, Cinta dan Rindu pada Nasihat

Akan sangat bodoh jika kita masuk hutan tanpa bertanya kepada orang yang tahu mengenai hutan. Jika kita di beri nasihat seharusnya kita berterima kasih, jika kita tersinggung karena di sebut bodoh maka seharusnya kita tersinggung jika disebut pintar karena itu tidak benar. Jika kita alergi terhadap kritik, saran, nasehat atau koreksi maka kita tidak akan bisa menjadi pemimpin yang bijak. Jika seorang pemimpin alergi terhadap saran atau nasehat, bahkan memusuhi orang atau bawahannya yang mengkritik, maka dia tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin yang baik dan bijak.

  • Memiliki Kasih Sayang Terhadap Sesama

Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti ketegasan. Orang-orang yang bijak akan sayang terhadap sesame. Berbeda dengan orang-orang yang hidup penuh dengan kebencian, dimana kepuasan batinnya adalah menghancurkan orang lain. Pemimpin sebaiknya memiliki kasih sayang yang berlimpah tidak hanya pada waktu di tempat tugas saja. Tetapi kasih sayangnya juga tidak hanya untuk satu pihak atau kelompok melainkan merata untuk semua golongan.

  •  Selalu Berupaya Membangun

Orang yang bijak tidak hanyut oleh masa lalu yang membuat lumpuh tetapi selalu menatap ke depan untuk memperbaiki segalanya. Pemimpin yang bijak akan membangkitkan semangat bawahannya yang lemah, menerangi sesuatu yang gelap. Jika melihat orang yang berdosa, maka ia akan bersemangat untuk mengajak orang tersebut untuk bertaubat. Pemimpin yang bijak ingin membuat orang maju dan sangat tidak menyukai kehancuran dan kelumpuhan kecuali bagi kebatilan. Semangat pemimpin yang bijak adalah semangat untuk maju tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi bawahannya dan orang lain disekitarnya.

Jadi yang dibutuhkan seorang pemimpin bijak adalah pribadi yang tidak emosional, tidak egois penuh kasih sayang, cinta akan nasihat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, bawahannya atau yang dipimpinnya, masyarakat serta bangsa ini dia tidak akan peduli walaupun di balik kebangkitan yang ada dia mungkin tenggelam. Pemimpin yang bijak tidak perduli akan popularitas dan tidak peduli dengan adanya pujian manusia karena kuncinya adalah ketulusan hati, adalah tidak akan bisa bijak jika selalu mengharapkan sesuatu dari apa yang kita lakukan. Kita hanya akan menikmati sikap bijak jika kita bisa memberikan sesuatu dari diri kita, bukannya mengharapkan sesuatu untuk diri sendiri.

Post Comment